Asesmen merupakan
cara salah satu kegiatan pengukuran. Asesmen sendiri berasal dari bahasa To Assess/Assessment yang artinya menaksir/taksiran. Sifat atau cara kerja
asesmen juga menjadi komprehensif Artinya asesmen bekerja secara utuh dan
menyeluruh.
Menurut James A. Mc.
Lounghlin & Rena B Lewis, “Proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang
anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi
seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan.
Pada konteks bimbingan
konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus
dilakukan konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut
dilaksanakan. Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting
dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling
kelompok maupun konseling individual). Karena itulah maka asesmen dalam
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan
bimbingan/konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali
dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini
sesuai dengan tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu
mengumpulkan informasi yang memungkinkan konselor untuk menentukan
masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah
klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling
berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi konseli. Dalam prakteknya, asesmen
dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah
konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah, dilain pihak asesmen merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan yang dimiliki konselor dalam memecahkan masalah konseli.
Asesmen yang dikembangkan adalah asesmen yang baku dan meliputi
beberapa aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam kompetensi
dengan menggunakan indikator-indikator yang ditetapkan dan
dikembangkan oleh konselor.
Pada
kegiatan (Training On Trainer) bagi para petugas penyuluhan anti
penyalagunaan narkotika dan obat-obat terlarang Dra.Riza Sarasvita,
M.Si,MHS.,PhD menjelaskan tentang Asesmen Ketergantungan Narkotika.
Karena ada dua langkah diagnosis gangguan penyalagunaan narkotika yakni
Skrining dan Asesmen. Tujuan Asesmen klinis adalah :
- Menginisiasi
Komunikasi dan Interaksi Terapeutik, artinya melakukan komunikasi
bersama klien yang tak hanya hubungan secara sosial, tetapi lebih kepada
komunikasi secara mendalam untuk membuka jalan bagi penyembuhan dan
pengarahan kepada hal yang positif. Jadi melalui inisiasi ini,
diharapkan dapat membantu klien untuk mendapatkan solusi terhadap
masalahnya.
- Meningkatkan
kesadaran tentang besar dan dalamnya masalah yang dihadapi klien
tentang penggunaan NAPZA, klien harus diberi pengertian agar sadar bahwa
penggunaan NAPZA yang dilakukan sangat menimbulkan masalah bagi dirinya
pribadi maupun orang disekitarnya
- Mengkaji masalah medis dan kondisi lain yang perlu menjadi perhatian khusus.
- Menegakkan Diagnosis
- Menyusun rencana terapi
- Memberikan umpan balik
- Memotivasi
perubahan prilaku, memberikan pandangan agar klien melakukan perubahan
prilaku dalam dirinya untuk beralih pada pola hidup sehat dan normal.
Tidak berhantung pada narkoba sebagai pelampiasan masalah. Upaya keras
dalam menjalani proses untuk berhenti dari pemakaian narkoba, klien
terus diberi semangat dan ditindaklanjuti penanganannya.
Poin-poin penting pada Asesmen seperti ;
- Riwayat penggunaan narkotika / Napza, Keterbukaan klien saat mulai
menggunakan zat tersebut sangat diperlukan karena dapat menentukan
solusi dalam bentuk apa yang perlu dilakukan untuknya. Jadi ketika
asesmen, harus benar-benar bisa membuat klien bercerita sejujurnya
dengan pancingan pertanyaan yang dapat membuat klien harus menceritakan
semuanya.
- Pemeriksaan fisik, penting dilakukan untuk mengetahui kondisinya.
- Pemeriksaan Status Mental, karakter dan kondisi kejiwaaan klien harus diketahui
- Pemeriksaan penunjang / Laboratorium, sebagai penguat dalam proses asesmen.
Pada kesempatan ini kami sedikit menjelaskan tentang
metode Addiction Severity Index (ASI) yang merupakan asesmen semi
terstruktur
yang menggali 7 domain seperti; Riwayat medis, Status Dukungan Hidup,
Riwayat Penggunaan Alkohol, Riwayat Penggunaan Napza dan zat lainnya,
informasi legal, Riwayat Keluarga / sosial, Riwayat Psikiatris.
Tujuan
asesmen merupakan salah satu penunjang dalam program wajib
lapor, melalui asesmen akan diketahui tingkat keparahan yang dialami
oleh klien sehingga bisa dilakukan tindakan yang tepat. Pada tahap
asesmen, perlu dijelaskan pada klien oleh konselor yang
membantu proses ini tentang tujuan dari asesmen, agar klien dapat
mengerti dan menjalani semua prosedur dengan baik. Jika
klien dijelaskan prosesnya yang membutuhkan informasi menyeluruh, maka
akan terjalin kerjasama yang saling menguntungkan baik klien atau
konselor. Beritahukan juga kepada klien bahwa privasi-nya akan terjaga
dan kerahasiaannya akan terjamin. Jika semuanya dijelaskan, klien akan
merasa tenang dan leluasa menjalani proses asesmen ini.
Dalam asesmen akan ada wawancara mendalam maka dibutuhkan teknik wawancara yang baik, seperti
menggunakan pertanyaan yang terbuka dan gaya bahasa yang mudah dipahami,
tidak menimbulkan konfrontasi. Jika klien merasa keberatan dalam
menjawab suatu pertanyaan, hentikan sejenak wawancara, beri jeda untuk
klien agar punya waktu untuk mempertimbangkan jawabannya. Pertanyaan ada
baiknya disampaikan secara langsung tanpa harus berpanjang lebar dulu
agar tidak terjadi suasana membosankan. Setelah proses wawancara selesai, biasanya ada pemeriksaan data
lainnya, sebagai penunjang. Ada pemeriksaan fisik, kesimpulan yang
didapatkan, diagnosis kerja, rencana terapi, persetujuan klien dan
dokter.

Kesimpulannya, asesmen dalam proses penyembuhan pada pengguna narkoba
ini sangat diperlukan agar semua tahap berjalan dengan baik dan
terarah, informasi yang dibutuhkan serta kondisi yang diketahui dengan
baik akan memudahkan diagnosis secara efektif. Langkah asesmen dapat
mempermudah program penyembuhan pada para pecandu NAPZA, sebagai
dukungan terhadap program Indonesia bebas narkoba pada 2015. Dengan
menyelamatkan para pengguna dan pecandu yang bukan pengedar. Berbagai
upaya perlu dilaksanakan termasuk memberikan edukasi kepada para
konselor, trainer atau relawan anti penyalahgunaan narkoba agar dapat
menggunakan sistem yang baik, efektif dan tidak menyulitkan klien saat
mereka ingin sembuh dari ketergantungan. Dukungan yang proaktif
diperlukan agar diperoleh tindakan yang cepat, terarah dan tidak
kecolongan. Fasilitasi mereka yang ingin sembuh, rangkul mereka yang
merupakan korban dari penyalahgunaan narkoba agar mau direhabilitasi dan
menjalani kehidupannya kembali. Langkah awal dengan asesmen, mereka
akan merasa nyaman dan benar-benar paham akan arti pentingnya sebuah
proses dalam penyembuhan. Kerjasama antara konselor, relawan dan klien
atau korban penyalahgunaan narkoba akan memudahkan proses penyembuhan
tersebut sehingga komunikasi dengan sistem kekeluargaan perlu dibangun
dengan baik.
SUMBER :
Home Based Care (BALLATTA)
Persaudaraan Korban Napza Makassar.